SENI BUDAYA

Pameran 150 Karya Seni Rupa "Marwah Keistimewaan Untuk Nusantara"

  • Administrator
  • Kamis, 15 Agustus 2024
  • menit membaca
  • 108x baca
Pameran 150 Karya Seni Rupa

Pameran 150 Karya Seni Rupa  "Marwah Keistimewaan untuk Nusantara"

Yogyakarta, jogja-ngangkring.com – Sebanyak 150 karya seni rupa dipajang dalam pameran memperingati 12 tahun Undang-Undang Keistimewaan DIY di Gedung Saraswati, Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Pameran seni rupa bertajuk "Marwah Keistimewaan untuk Nusantara" ini berlangsung dari 12 hingga 30 Agustus 2024, menampilkan karya-karya ratusan seniman.

Gubernur DIY, dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono, mengapresiasi penyelenggaraan pameran ini. Ia berharap bahwa baik sekarang maupun di masa depan, kehidupan berkesenian dan karya seni di DIY dapat terus "merawat" dan "membesarkan" ruh atau esensi Keistimewaan DIY, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pendahulu.

"Pada momentum yang baik ini, saya menegaskan satu hal penting bahwa Keistimewaan DIY sejatinya juga tentang identitas. Ini adalah tentang bagaimana agar jati diri ke-Yogya-an dapat menjadi kacamata bagi Jogja dalam merefleksikan dan mengomentari realitas, serta menjadi pendorong dalam membangun dan mewujudkan mimpi, dari Jogja untuk Indonesia. Mari kita semua ambil peran dalam menjaga 'Marwah Keistimewaan untuk Nusantara,'" ujar Beny.

Beny juga menekankan bahwa seni telah ada sepanjang sejarah manusia dan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Seni, kata dia, adalah bentuk identitas, baik identitas pribadi, budaya, maupun sosial. Sebagai identitas pribadi, seni adalah cerminan perasaan, pemikiran, dan pengalaman seorang individu. Mengapresiasi karya seni berarti mengenal sang seniman, nilai-nilai yang dipegangnya, dan bagaimana ia melihat dunia.

Kepala Museum Sonobudoyo, Ery Sustiyadi, mengungkapkan dukungannya terhadap pameran ini. "Mudah-mudahan ini menjadi bagian dari apresiasi masyarakat terhadap karya seni yang dipamerkan maupun terhadap Museum Sonobudoyo. Harapan kami, kerja sama ini dapat terus terjalin dengan baik, sehingga potensi yang ada di masyarakat tetap bisa tergali dan dioptimalkan," kata Ery.

 

Kurator Pameran Seni Rupa 2024, Hajar Pamadhi, menjelaskan bahwa tema "Marwah Keistimewaan untuk Nusantara" terinspirasi dari sejarah perjuangan Yogyakarta. Tema ini didasarkan pada eksistensi UUK yang bertujuan mengangkat dan mengembangkan Yogyakarta sebagai Kota Perjuangan. 

"Seperti yang dikatakan George Bridgman, "Dalam menggambar, kita harus mencari atau menduga bahwa ada lebih dari yang terlihat secara kasual," maka, dengan mempresentasikan makna keistimewaan yang menjadi sebuah perjuangan, kami menghimpun dan mengajak para seniman menelusuri jejak perjuangan Yogyakarta. Pameran peringatan UUK ini mengambil makna marwah perjuangan, yang diartikan sebagai ajakan kepada peserta untuk bersama-sama memajukan prinsip keistimewaan melalui karya seni mereka,” ungkap Hajar.

Hajar juga menyebutkan bahwa pameran ini mengundang para perupa dari luar Yogyakarta untuk turut menggaungkan Marwah Keistimewaan melalui karya-karya yang berkontribusi menuju Indonesia Emas. Beberapa maestro seni diundang untuk bergabung dan mendukung para perupa pejuang menuju 'Ruang Seni Indonesia'. Pameran ini memberikan kesempatan bagi seniman dari berbagai genre, mulai dari seni tradisi, seni klasik, seni modern hingga seni kontemporer, dengan fokus pada Marwah Keistimewaan.

“Wujud karya yang dipamerkan bervariasi, mulai dari seni patung, seni lukis, seni kriya, desain, seni digital hingga seni instalasi dan happening art. Ini menunjukkan bahwa UUK semakin membuka ruang bagi dinamika budaya Yogyakarta untuk berinteraksi dengan budaya, sosial, akademis, dan seni,” jelas Hajar.

Pameran ini diikuti oleh 118 perupa dari Yogyakarta serta perupa tamu yang sudah mendapatkan predikat senior, baik dari segi usia maupun kualitas karya. Para perupa ini tergabung dalam kelompok, sanggar, dan satuan kerja yang dipilih berdasarkan kualitas, jenis, media, dan cara menampilkan karya mereka.

Secara garis besar, karya-karya yang dipamerkan menunjukkan empat pola penciptaan yang mengangkat problema masyarakat sebagai objek materialnya. Pertama, karya-karya yang merefleksikan keadaan Yogyakarta sebagai Kota Istimewa. Kedua, karya yang mengangkat problema akibat perubahan iklim dengan pendekatan dekoratif, realis, maupun non-visual. Ketiga, karya yang menampilkan problema kehidupan sebagai objek penciptaan dengan fokus pada bentuk yang diwujudkan menjadi subjek non-visual, namun diselesaikan secara konvensional. Keempat, karya yang mencerna dan menginterpretasi objek material menjadi objek formal dengan pesan pribadi. (Yun)

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar