SENI BUDAYA

NyGSO Spirit "Tetaplah Berjuang Walaupun Sakit"

  • Administrator
  • Rabu, 14 Agustus 2024
  • menit membaca
  • 220x baca
NyGSO Spirit

NyGSO Spirit "Tetaplah Berjuang Walaupun Sakit"

Yogyakarta, jogja-ngangkring.com - Sejarah keistimewaan DIY memiliki kemiripan dengan kisah Debrin dalam  menjalani masa sulit, berjuang menjadi pelukis dengan kondisi mata sakit. Penyertaan Allah bagi keistimewaan Yogyakarta nyata sejak Sultan HB I sampai  Sultan HB X saat ini.  Semangat HB I dirasakan Debrin dalam berkarya pasca kecelakaan yang membuat syaraf mata mengalami kerusakan serius dan berdampak ke bagian tubuh lainnya. Demikian  "Debrin" Debora Rini Dwi Hastuti menjelaskan karya lukisnya yang berjudul NyGSO Spirit yang pajang di Gedung Saraswati, Museum Sonobudoyo Yogyakarta. 

Debrin adalah salah satu perupa yang ikut pameran seni rupa "Marwah Keistimewaan untuk Nusantara" yang dibuka Minggu (12/8) oleh Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono mewakili Gubernur DIY  Sri Sultan Hamengkubuwono X. Gelar seni rupa dalam rangka ulang tahun ke-12 UUK Yogyakarta ini diikuti 137 seniman dengan 138  karya lukis dan patung berlangsung hingga 30 Agustus 2024 dan dikuratori oleh Dr. Ki Hadjar Pamadhi MA (Hons). Pameran Seni Rupa ini juga dihadiri para perupa senior Mpu I Gusti Nengah Nurata, Yusman, Nasirun, Pupuk DP, Subandi, Lingga Prana, Titoes Libert, dll.

Lebih lanjut Debrin mengatakan bahwa lukisan  bersimbol ksatria naik kuda, caping, Tugu Golong Gilig, dan Mata Sang Khalik itu menggambarkan bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono I adalah pejuang perkasa, rendah hati, taat beragama, filsuf Jawa, dan arsitek kompleks kraton, dengan filosofi Keistimewaan Yogyakarta yang diakui oleh dunia.  Watak Ksatria Mataram yaitu Nyawiji, Greget, Sengguh, Ora mingkuh disingkat  menjadi judul lukisan “NyGSO Spirit.” 

"Konsep tata kota “Sangkan Paraning Dumadi” digaungkan HB I (Tugu Golong Gilig, keraton dan Panggung Krapyak pada sumbu imajiner antara gunung Merapi dan pantai Selatan). Peristiwa di atas berlangsung dalam perlindungan Sang Pencipta," jelas perupa kelahiran  Klaten ini.  Melukis selain sebagai media terapi syaraf akhirnya juga membawanya menjadi seorang pelukis. 

Sebelum melukis, Debrin berkontemplasi memohon pimpinan-Nya untuk menemukan ide yang sesuai kemampuan dan karakternya. Setiap goresan dan warna dituangkan dengan penyerahan pada otoritas Sang Pencipta sebagai sumber inspirasi yang sempurna. 

Proses terapi melukis tidak selalu mulus. Fisioterapi setiap hari disertai beragam obat, vitamin dan suplemen kadang menimbulkan kejenuhan. Jika mata mulai terasa sangat sakit, kram di kepala dan kaki, serta tangan kaku, maka Debrin memandangi karya lukisan hasil terapi sebagai obat yang menyatukan dirinya dengan Sang Khalik.  Melukis menjadi sahabat melawan kebosanan terapi medis. Bersyukur putra pertamanya (Aditya P. Jatikusumo, S.Psi)  turut memberikan semangat dan trik-trik psikologi untuk mengatasi kebosanan (boredom). Dia pun berjuang keras mengatasi amnesia parsial (9 bulan) yang diderita pasca kecelakaan bersama ibunya (Debrin) di tahun 2017. 

Hasil karyanya dikupas oleh kurator DR Ki Hadjar Pamadhi, MA (Hons). 
“Entah apa yang dipelajari  tentang kespiritualitasannya, Ibu Debora Rini sudah  mulai mengembangkan dan mampu mengelola energi dengan baik," ujar Hadjar Pamadhi. Pupuk DP (pelukis senior) juga memberikan apresiasi dan support atas kerja kerasnya mengatasi keterbatasan mata, seperti yang beliau alami.

NyGSO Spirit dilukis selama 2,5 bulan, antara Juni sampai awal Agustus 2024. Debrin melalui lukisan NyGSO Spirit ingin menyampaikan kepada semua, terutama yang sedang menderita sakit, “Tetaplah berjuang menggali potensi bersama-Nya dan jadilah ksatria.” (Yun)

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar