ANGKRINGAN

Melukis, Ekspresi Panggilan Jiwa dengan Sang Pencipta

  • Administrator
  • Kamis, 14 Maret 2024
  • menit membaca
  • 200x baca
Melukis, Ekspresi Panggilan Jiwa dengan Sang Pencipta

Melukis, Ekspresi Panggilan Jiwa dengan Sang Pencipta

Sleman, jogja-ngangkring.com – "Melukis itu bukan sekadar ekspresi seni, tetapi panggilan jiwa, laku spiritual, ungkapan syukur atas segala karunia yang telah diberi oleh Sang Pencipta."

Narasi tersebut tersebut disampaikan oleh “Klowor” Waldiyono – seniman lukis ternama Yogyakarta – di Gallery-nya, Klowor Art House, Jaten, Sendangadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta. Waldiyono adalah pelukis senior lulusan Institut Seni Indonesia (ISI)  Yogyakarta. Puluhan karyanya telah menjadi koleksi para pecinta seni rupa  baik di dalam maupun luar negeri.

Menurut Klowor - begitu pelukis ini akrab dipanggil, setiap karya lukis yang dibuat adalah wujud ungkapan kekaguman terhadap keindahan alam dan segala sesuatu di dalamnya. Juga  sebentuk penghargaan terhadap lingkungan keluarga, dan teman-teman yang telah memberi dukungan terhadap aktifitas berkesenian yang lakukannya. Dalam proses berkarya Klowor  memulainya dengan niat baik dan harapan positif. Dia  percaya bahwa membawa energi positif ke dalam karya  dapat membawa berkah dan kelancaran dalam prosesnya.

“Setiap ayunan kuas di atas kanvas bukan sekadar gores warna dan hasilkan gambar tetapi juga sebuah bentuk komunikasi dengan Yang Maha Kuasa. Melalui lukisan-lukisan itu, saya mengirimkan doa-doa, harapan, dan kekaguman atas keindahan alam semesta.  Saya akan terus  berkarya untuk memperkaya kehidupan serta kehidupan orang-orang di sekitar, ” papar Klowor penuh semangat.

Dalam pandangan Klowor, melukis juga sebagai cara untuk memuliakan lingkungan dan masyarakat di sekitar. Setiap lukisan mencerminkan nilai-nilai kebaikan, persahabatan, dan keindahan yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui seni lukis, ia berharap dapat menginspirasi orang lain untuk melihat keindahan di sekitar mereka dan untuk memperlakukan lingkungan dan sesama dengan penuh penghargaan dan kasih sayang.

 

Perjalanan berkeseniannya dimulai sejak kelas 2 SMP, ketika itu dia merasa memiliki bakat di bidang seni rupa khususnya seni lukis. Semangat ini terus terpupuk hingga lulus tahun SMP. Tahun 1986 masuk SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa) Yogyakarta. Memasuki tahun kedua SMSR pada 1987, Klowor Waldiyono mulai memperlihatkan hasil karya seninya. Selain tugas dari sekolah, ia secara mandiri juga belajar dan berkarya di luar bersama kawan-kawan seni rupanya. ”Setiap Sabtu sekitar pukul tujuh malam, kami  mulai berkumpul di titik nol, bersinergi membuat sketsa dan eksplorasi diri. Kadang pulangnya  Minggu pagi. Sampai sekarang saya masih hobi membuat sketsa. Sejak jaman SMP sampai sekarang  ada lebih dari 2.000 sketsa yang dibuat dan terdokumentasi denganbaik. Lukisan juga di kisaran ribuan karya, Lebih dari seratus karya baik sketsa maupun lukisan telah dikoleksi para pecinta seni rupa, baik dari dalam maupun luar negeri.”

Selepas lulus SMSR di tahun 1989, Klowor melanjutkan pendidikan ke ISI Jogja. Selain kuliah ia juga aktif dalam kegiatan pameran bersama maupun kreativitas lain di luar kegiatan kampus. “Pameran pertama saya tahun 1989 bersama kelompok Pandawa yang terdiri dari lima orang. Pameran tunggal pertama "Hitam Putih", Bentara Budaya Yogyakarta, 1995,  merupakan titik awal yang signifikan dalam perjalanan seni saya. Katalog dari pameran tersebut masih  tersimpan hingga kini. Tema hitam-putih dipilih karena memberikan kesan yang kuat dan mendalam serta bisa menonjolkan detail-detail yang dianggap penting.”

Klowor menganggap bahwa pameran bukan sekadar ajang untuk menunjukkan kemampuan seni dan memamerkan hasil karya kepada publik, tetapi juga menjadi penghargaan atas dedikasi dan kerja keras yang dilakukan dalam mengembangkan bakat seni yang dimiliki. Hal tersebut adalah titik balik yang menandai pencapaian signifikan dalam karir seni, bisa merayakan karya-karya sendiri dan mendapat apresiasi dari orang lain. Melalui pameran tunggal juga disampaikan pesan-pesan yang mendalam melalui setiap lukisan yang dipamerkan. Ini adalah momen yang membekas dalam ingatan Klowor, ada rasa bangga sekaligus bersyukur atas pencapaiannya seni lukisnya.

"Saya percaya bahwa seni itu hidup, dan setiap karya seni adalah cerminan dari dinamika dan evolusi yang terjadi dalam diri dalam kaitannya dengan lingkungan sekitar. Selama perjalanan ini, saya mengalami berbagai macam proses dan dinamika dalam cara saya berkarya. Salah satu hal yang paling saya sukai adalah momen-momen di luar studio, di mana naluri seorang pelukis muncul dengan kuatnya. Saat melihat objek atau pemandangan yang unik dan menarik, saya merasa dorongan yang kuat untuk mengekspresikannya spirit emosional saya langsung di tempat itu juga.”

Klowor sering melukis di berbagai tempat yang unik seperti Kota Lama Semarang, Klenteng di Mojokerto, Benteng Pendem, atau di kaki Gunung Merapi dan Merbabu, bahkan juga ketika berada di atas kapal menuju ke Nusakambangan. Setiap lokasi tersebut memiliki kenangan dan nostalgia tersendiri, tidak hanya menghasilkan karya- seni yang indah, tetapi juga memperkaya pengalaman dan perspektifnya sebagai seorang seniman.

“Momen di atas kapal menuju Nusakambangan tiga tahun yang lalu menjadi pengalaman yang sangat berkesan bagi saya. Meski tujuan awalnya adalah untuk melihat landscape dan mendapatkan inspirasi untuk berkarya di Nusakambangan, namun momen di atas kapal memberikan tantangan dan kesempatan yang tak terduga untuk berekspresi secara kreatif.. Meskipun hanya beberapa menit, di tengah pergerakan kapal yang tidak stabil Klowor memanfaatkannya sebaik mungkin dengan membuat sketsa menggunakan kertas dan pastel. Bagi Klowor, pengalaman itu menunjukkan bahwa inspirasi bisa datang dari situasi yang tak terduga. Sebagai seorang seniman, dia siap menangkap setiap momen dengan semangat dan kreativitas

Berbeda dengan gaya hidup kebanyakan seniman, Klowor terbiasa bangun pagi. "Kata orang Jawa bangun pagi itu adang-adang rejeki. Saya biasa bangun sekitar jam setengah lima sampai jam lima pagi, waktu subu. Bila ada yang datang ke rumah sekitar jam delapan pagi biasanya saya sudah mulai berkarya, membuat dasaran lukisan. Memanfatkan panas pagi, cat akan lebih cepat kering. Untuk finishing lukisan bisa dilakukan kapan saja.".

Karya-karya Klowor telah meraih pengakuan dari berbagai kolektor ternama, seperti Dr. Oei Hong Djien, dan Museum Temanggung, Cong Yen. Salah satu karyanya yang berjudul "Kelaparan" bahkan telah masuk ke dalam koleksi istana negara di Yogyakarta. Selain itu, kolektor dari berbagai negara seperti Spanyol, Amerika, Swiss, Norwegia, Italia, dan Jepang juga menghargai karyanya.

Karya terbesarnya berupa acrylic di atas kanvas berukuran 2,5 meter  x 7,5 meter, terdiri lima panel,  berjudul "Imajinasi Imlek". Karya yang dihasilkan pada tahun 2010 ini dikoleksi oleh Hartoko Sarwono,  seorang pengusaha dari Jakarta. Sementara itu ratusan lukisan lainnya dan lebih dari 2.000 karya sketsa yang dibuatnya sejak duduk di bangku SMP pada tahun 1980an  hingga saat ini tersimpan rapi di gallery  yang merangkap rumahnya di lahan seluas 370 meter persegi.

Hingga awal 2024 ini Klowor telah mengikuti lebih dari seratus even pameran bersama serta melakukan pameran tunggal sebanyak tujuh kali. Ia juga pernah berpartisipasi dalam pameran bersama terbesar di Galeri Semarang pada Agustus 2023, yang diselenggarakan di galeri milik Bapak Kris Darmawan bersama dengan Rudi, seorang dokter.

Agenda terdekatnya adalah menggelar pameran tunggal di Surabaya dan Jakarta. 36 Klowor menjalani karirnya tanpa manajemen dan selalu bersyukur karena masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk terus berkarya. Konsisten dalam menjalankan kegiatan harian dan disiplin dalam  penyimpanan hasil karya, proses ini akhirnya memberi Klowor banyak kenangan indah. Sebab setiap periode hidup  terdokumentasi dalam karya-karya seni yang dihasilkannya. (yun)

 

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar