Sertifikat Kompetensi Kurator Keris, Tonggak Baru Dunia Perkerisan Indonesia
Yogyakarta – Suasana penuh khidmat menyelimuti ruang acara ketika Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui LSP Perkerisan Indonesia menyerahkan Sertifikat Kompetensi Kurator Keris kepada Gusti Bendoro Pangeran Haryo Drs. H. Yudaningrat, MM.
Hari itu, dunia perkerisan Indonesia seakan menorehkan babak baru: profesi kurator keris kini memiliki legitimasi resmi, setara dengan standar akademik tertinggi di negeri ini.
Sertifikat yang diterima Gusti Yudaningrat bukan sekadar lembaran kertas. Ia adalah pengakuan atas dedikasi panjang, pengalaman, dan keahlian beliau dalam bidang kuratorial perkerisan. Dalam kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), sertifikat ini menempati Level 7, setara dengan jenjang pendidikan formal Magister (S2). Artinya, kiprah kuratorial keris kini mendapat posisi yang sejajar dengan profesi akademis lain di tingkat nasional maupun internasional.
“Ini bukan hanya penghargaan pribadi, tetapi tonggak baru bagi dunia perkerisan. Profesi kurator keris kini memiliki standar yang jelas, terukur, dan diakui,” ujar Ki Ageng Pramono Pinunggul, satu perwakilan LSP Perkerisan Indonesia.
Selain Gusti Yudaningrat, acara juga menjadi saksi penting penyerahan Sertifikat Kompetensi Edukator Keris dari BNSP oleh Direktur LSP Perkerisan Indonesia, Agung Guntoro Wisnu, S.Ak. Sertifikat ini diterima oleh Ki Ageng Pramono Pinunggul dan Ki Nilo Suseno.
Keduanya dinilai memiliki peran besar dalam mengedukasi masyarakat tentang keris, bukan hanya sebagai benda pusaka, tetapi juga warisan budaya yang sarat nilai filosofi dan spiritualitas.
Dalam kesempatan yang sama, ditetapkan pula tiga kurator pameran perkerisan, yaitu: Gusti Yudaningrat, Ki Ageng Pramono Pinunggul, dan R. Fajar Utama.
Mereka diharapkan mampu menyajikan keris bukan sekadar artefak, melainkan sebagai pintu masuk untuk memahami perjalanan panjang sejarah, budaya, dan jati diri bangsa.
Bagi banyak kalangan, sertifikasi ini menandai lompatan penting. Selama ini, pengetahuan tentang keris sering diwariskan secara turun-temurun dan dianggap berada di ranah tradisi.
Dengan adanya sertifikasi resmi, profesi kurator dan edukator keris memperoleh posisi setara dengan profesi lain yang diakui negara.
Lebih jauh, pengakuan ini diharapkan memperkuat upaya pelestarian keris sebagai warisan budaya takbenda yang telah diakui UNESCO sejak 2005.
“Dengan legitimasi ini, dunia perkerisan tidak hanya bicara tradisi, tetapi juga profesionalisme. Inilah jalan baru agar generasi muda lebih percaya diri dalam menekuni bidang perkerisan,” lanjut Ki Ageng Pramono.
Sore itu, sertifikat yang diserahkan bukan hanya simbol pencapaian individu, melainkan juga amanah kolektif. Bahwa keris, pusaka luhur bangsa, harus dijaga, diteliti, dikuratori, dan diwariskan dengan penuh tanggung jawab—bukan sekadar benda, tetapi cermin jati diri Indonesia. (Tor)
Tinggalkan Komentar
Kirim Komentar