“Batu Breksi Bernyanyi” Simfoni Seni, Sejarah, dan Kesadaran Alam
Sleman, jogja-ngangkring.com - Tebing Breksi di Kalurahan Sambirejo, Sleman, kembali menjadi sorotan lewat pertunjukan bertajuk “Batu Breksi Bernyanyi” yang digelar Minggu sore (25/5/2025). Acara ini merupakan bagian dari rangkaian tradisi tahunan Merti Kalurahan sekaligus memperingati satu dasawarsa transformasi Breksi dari kawasan tambang menjadi destinasi wisata edukatif berbasis geoheritage. Digelar mulai pukul 16.00 hingga 17.30 WIB, acara ini menjadi suguhan utama dalam rangkaian peringatan satu dekade Breksi yang berlangsung sejak 12 Mei 2025.
Mengusung semangat seni kontemporer yang berpijak pada kesadaran ekologi dan kearifan lokal, “Batu Breksi Bernyanyi” menampilkan kolaborasi musik batu, tari kontemporer, serta lukisan langsung di lokasi oleh 10 seniman diantaranya ada Astuti Kusuma, Gus Ben, dan Sam.
Pertunjukan disusun oleh Dr. Memet Chairul Slamet bersama kelompok musik etnis Gangsadewa, pertunjukan ini menyajikan narasi dalam empat sekuel yang merefleksikan perjalanan Breksi—dari keheningan geologis purba hingga masa kini yang penuh kesadaran ekologis. Sekitar 50 penari terlibat dalam pertunjukan yang terbagi dalam 4 sekuel ini, termasuk warga dan karyawan pengelola Breksi.
Sekuel pertama menampilkan Dewa Hijau, menggambarkan kondisi Breksi sebelum tersentuh aktivitas manusia. Gerak tari yang tenang dan bunyi batu yang lembut menciptakan nuansa meditatif dan harmonis. Sekuel kedua menampilkan Dewa Kerusakan, menggambarkan eksploitasi tambang mulai terjadi. Musik menjadi kacau, gerak penari patah-patah. Dewa Kerusakan hadir, mewakili konflik antara kebutuhan manusia dan kerentanan alam. Sekuel ketiga menghadirkan Dewi Kebijakan. Dari kerusakan lahir kesadaran dan harapan baru dengan mengelola Breksi secara lebih baik. Sekuel keempat adalah Tata Titi Tentrem Kertoraharjo. Menampilkan Breksi sebagai destinasi yang makmur dan lestari. Pementasan ditutup dengan semangat mamayu hayuning bumi—kesejahteraan melalui pelestarian, bukan eksploitasi.
Tebing Breksi sendiri merupakan formasi batuan breksi tufan, hasil endapan abu vulkanik dari gunung api purba sekitar 15 juta tahun lalu. Kawasan ini mulai ditambang pada awal 1980-an dan baru pada 2015 ditetapkan sebagai geoheritage oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Peringatan satu dekade Breksi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari Merti Kalurahan Sambirejo. Tradisi ini dimulai dengan nyekar ke makam leluhur, pengambilan air dari delapan sumber mata air, dan gelaran Fashion Show Batik Ecoprint di Candi Ijo. Puncaknya adalah Kirab Gunungan pada 17 Mei, di mana warga berarak dari Tebing Breksi menuju Kantor Kelurahan Sambirejo.
Sebagai penutup rangkaian, akan digelar pagelaran wayang kulit dengan lakon Semar Mbangun Khayangan oleh dalang kondang Ki Anom Sucondro pada Jumat malam, 30 Mei 2025. Pertunjukan ini akan dimeriahkan oleh sinden-sinden ternama seperti Sulastri, Wahjiyo, dan Elisa. Sebelum pementasan, warga akan mengadakan syukuran dan makan bersama ratusan ingkung sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.
“Semua ini bagian dari komitmen kami untuk terus mendorong suburnya pariwisata lokal dan tumbuhnya seni-budaya berbasis masyarakat,” ujar Kholiq Widiyanto selaku pengelola Tebing Breksi.
Tebing Breksi kini bukan hanya warisan batuan purba. Ia telah hidup, bertumbuh, dan menyuarakan kisah baru—tentang alam, manusia, dan harmoni yang diciptakan bersama. (Yun)
Tinggalkan Komentar
Kirim Komentar