KAMPUS KARIER

Seminar Nasional "Roadmap dan Strategi Menuju Indonesia Bebas PMK"

  • Administrator
  • Jumat, 17 Januari 2025
  • 4 menit membaca
  • 135x baca
Seminar Nasional

Seminar Nasional "Roadmap dan Strategi Menuju Indonesia Bebas PMK"

Yogyakarta, jogja-ngangkring.com - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah infeksi viral akut yang menyerang hewan berkuku belah baik hewan ternak maupun hewan liar. PMK disebabkan oleh virus yang sangat menular, membuatnya menjadi salah satu penyakit lintas batas yang serius di banyak negara, menjadi tantangan serius bagi sektor peternakan, dan menyebabkan kerugian ekonomi besar akibat penurunan produktivitas hewan ternak. 

Terkait dengan PMK ini, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM) pada Jumat 17 Januari 2025 menyelenggarakan Seminar nasional bertajuk "Roadmap dan Strategi Menuju Indonesia Bebas PMK". Seminar yang menghadirkan sejumlah pemateri ahli ini digelar dengan format hibrid, bertempat di Auditorium untuk peserta offline, serta disiarkan melalui Zoom Meeting dan YouTube untuk peserta online. 

Dr. M. Munawaroh, dari Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), menegaskan bahwa penanganan wabah PMK membutuhkan pendekatan komprehensif dan kerja sama lintas sektoral. "Tujuan utama adalah mencegah penyebaran, meminimalkan dampak ekonomi, dan memulihkan kesehatan hewan secara berkelanjutan. Untuk itu strategi penanganan wabah PMK dirancang dengan strategi sistematis yang melibatkan semua elemen terkait.” 

Pemateri lain, Prof. Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni dari Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa PMK dapat menyerang sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa, unta, bahkan gajah. Hewan yang terinfeksi biasanya menunjukkan tanda khas berupa lepuh atau vesikel pada mulut dan seluruh teracak kaki.
“Persebaran Virus PMK penyakit ini umumnya endemik di wilayah Afrika, Timur Tengah, Asia, serta beberapa bagian Amerika Selatan. Penyebarannya bersifat cepat dan tidak terduga, baik secara nasional maupun internasional. Hewan seperti sapi dan kerbau bertindak sebagai inang utama, sementara kambing dan domba dapat menjadi inang amplifikasi.”
PMK juga memiliki tingkat morbiditas hampir 100%, meskipun tingkat mortalitasnya rendah pada hewan dewasa, yakni sekitar 1-5%. Namun, pada hewan muda, mortalitas dapat mencapai lebih dari 20%, terutama akibat miokarditis. Virus PMK masuk ke tubuh hewan melalui saluran pernapasan atau pencernaan, lalu bereplikasi di jaringan limfoid saluran pernapasan bagian atas. Dalam 3-5 hari, virus mulai bersirkulasi dalam darah, menyebar ke jaringan epitel seperti lidah, kuku, puting, dan otot jantung, membentuk lepuh berisi cairan (vesikel). Hewan yang terinfeksi mulai mengekspresikan virus dua hari sebelum gejala terlihat, dan ekskresi virus berlangsung hingga lima hari setelah vesikel muncul. Tanda klinis awal berupa daerah pucat yang berkembang menjadi lepuh, kemudian pecah pada hari pertama hingga ketiga, meninggalkan luka yang sembuh dalam beberapa hari. Pada hari ketujuh atau lebih, luka biasanya tertutup jaringan fibrosa.

Diagnosis PMK di lapangan dilakukan dengan mengamati tanda klinis. Namun, PMK sering kali sulit dibedakan dari penyakit vesikular lainnya, sehingga diagnosa laboratorium sangat diperlukan untuk memastikan kasus yang dicurigai. Dr. Agnesia juga menegaskan bahwa PMK bukan penyakit zoonosis, sehingga tidak menular pada manusia. Penyakit tangan, kaki, dan mulut pada manusia disebabkan oleh virus enterovirus, bukan virus PMK.

PMK pertama kali masuk ke Indonesia pada 1887 melalui importasi sapi perah dari Belanda. Setelah beberapa kali mewabah, upaya pemberantasan dilakukan dengan vaksinasi massal sejak 1952. Wabah terakhir terjadi pada 1983 di Jawa, diikuti deklarasi bebas PMK pada 1986 dan pengakuan internasional oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada 1990. Namun, pada Mei 2022, PMK kembali muncul, mengakibatkan lonjakan kasus hingga mencapai puncaknya pada Juni 2022. Setelah upaya penanganan, pada  Agustus 2022, jumlah kasus mulai menurun signifikan. Hingga 15 Januari 2025, kasus aktif dilaporkan tersebar di tujuh provinsi meliputi 45 kabupaten, dengan jumlah hewan sakit mencapai 25.006, hewan mati 797 ekor, dan 348 ekor dipotong paksa. 

Dr. Agung Suganda, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, menegaskan target besar pemerintah: menjadikan Indonesia bebas PMK dengan vaksinasi pada 2030 dan bebas PMK tanpa vaksinasi pada 2035. “Vaksinasi tidak dapat berdiri sendiri tanpa manajemen kesehatan hewan yang baik.” Untuk itu wilayah Indonesia dikategorikan menjadi tiga zona yaitu: zona merah, kuning, dan hijau. Zona merah sebagai daerah dengan wabah aktif sehingga memerlukan pemberantasan intensif. Zona kuning adalah wilayah pengendalian dengan pengawasan ketat. Zona hijau adalah daerah pencegahan untuk mencegah masuknya PMK. Dengan roadmap ini, Indonesia diharapkan mencapai status bebas PMK pada 2035. "Ini adalah tantangan besar, tetapi melalui kolaborasi dan komitmen bersama, kami optimis bisa mencapainya," ujar Drh. Agung. Pemerintah juga menghimbau semua pihak, termasuk peternak, akademisi, dan mitra pembangunan, untuk mendukung upaya ini demi keberlanjutan sektor peternakan nasional.

Sebagai kesimpulan dan rekomendasi, seminar ini menegaskan pentingnya pendekatan holistik dan sinergi semua pihak dalam memberantas PMK. Beberapa rekomendasi kunci yang dihasilkan meliputi akselerasi program vaksinasi, penguatan biosecurity, peningkatan riset akademik, serta pengadaan anggaran khusus untuk tenaga vaksinator. Selain itu, penetapan PMK sebagai wabah nasional menjadi langkah penting agar penanganan dapat melibatkan seluruh elemen masyarakat secara aktif.  Dengan kata lain, seminar  ini tidak hanya meningkatkan pemahaman tentang PMK, tetapi juga menegaskan komitmen bersama untuk mewujudkan Indonesia bebas PMK pada 2035. Dengan kolaborasi dan strategi yang terarah, cita-cita tersebut diyakini dapat tercapai demi keberlanjutan sektor peternakan nasional. (Yun)

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar