TERAS

Bank Tani: Terobosan Kedaulatan Petani dan Jalan Baru Reforma Agraria

  • Administrator
  • Rabu, 16 Juli 2025
  • menit membaca
  • 36x baca
Bank Tani: Terobosan Kedaulatan Petani dan Jalan Baru Reforma Agraria

Bank Tani: Terobosan Kedaulatan Petani dan Jalan Baru Reforma Agraria

Yogyakarta, jogja-ngangkring.com – Ancaman krisis pangan global dan semakin menyusutnya jumlah petani aktif menjadi alarm serius bagi masa depan pertanian Indonesia. Dalam kondisi ini, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) DPD DIY, Drs. R. Widi Handoko, menegaskan perlunya langkah berani dan sistemik dari negara untuk memihak secara nyata kepada petani.

"Jika kita berani menanam keadilan hari ini, niscaya besok kita akan menuai kedaulatan," ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (16/7/25).

Widi menyebut bahwa konsep Bank Tani, reforma agraria sejati, dan pembentukan korporasi petani bukanlah tiga hal yang terpisah. Ketiganya adalah satu kesatuan solusi struktural demi mewujudkan pertanian yang adil, berkelanjutan, dan bermartabat.

“Sekitar 80 persen petani di Indonesia hanya menggarap lahan kurang dari setengah hektar. Mereka bekerja keras, tetapi tetap hidup dalam kemiskinan. Ini bukan soal malas, tetapi karena sistem yang gagal melindungi dan memberdayakan,” jelasnya.

Menurut Widi, Bank Tani hadir sebagai instrumen transformasi sosial-ekonomi pedesaan. Bukan sekadar lembaga keuangan, Bank Tani mengusung pendekatan berbasis gotong royong dan keadilan struktural. Ada lima fitur utama yaitu: kredit tanpa agunan fisik berbasis kelompok dan rencana usaha tani, suku bunga rendah hingga nol persen yang disubsidi negara, pendampingan teknis berkelanjutan oleh penyuluh profesional,  skema asuransi pertanian terintegrasi, dan pelatihan manajemen dan literasi keuangan bagi petani.

"Bank Tani bukan hanya penyalur dana. Ia adalah denyut baru ekonomi pedesaan, membangun kapasitas dan posisi tawar petani,” imbuhnya.

Namun, keberadaan Bank Tani menurut Widi harus ditopang reforma agraria sejati. Reforma agraria tak cukup sekadar sertifikasi lahan. Ia mencakup redistribusi tanah secara adil, perlindungan hak petani, dan pembangunan sistem pertanian berkelanjutan.

“Lahan hasil redistribusi tidak boleh menjadi jaminan utang yang bisa disita. Ini adalah hak agraria abadi petani yang harus dijaga keberlanjutannya,” tegasnya.

Widi juga mendorong pembentukan korporasi petani: koperasi modern atau perseroan petani di mana petani menjadi pemegang saham melalui tanah milik sah mereka. Melalui korporatisasi, petani dapat mengakses teknologi, informasi pasar, logistik, hingga menciptakan merek dan nilai tambah dari hasil produksi. Lebih jauh, ia menyatakan, pendekatan korporasi akan mengundang minat generasi muda untuk kembali ke sektor pertanian — bukan sebagai beban warisan, tetapi sebagai profesi masa depan yang menjanjikan.

"Negara tidak akan pernah berdaulat pangan jika petani terus dimarjinalkan. Bank Tani, reforma agraria, dan korporasi petani bukan beban fiskal. Mereka adalah investasi jangka panjang demi kedaulatan bangsa,” pungkasnya. (Tor)

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar