SENI BUDAYA

"Roso Pitu" Rasa, Jiwa, dan Keseimbangan Hidup

  • Administrator
  • Senin, 16 Juni 2025
  • menit membaca
  • 136x baca

“Roso Pitu”  Rasa, Jiwa, dan Keseimbangan Hidup

YOGYAKARTA, jogja-ngangkring.com – Tujuh seniman dari Wawasima Art Management berkumpul dalam satu napas kesadaran spiritual dan estetik melalui pameran seni bertajuk “Roso Pitu” di Galeri BJ Arifin, Yogyakarta. Pameran ini dibuka  untuk umum mulai 16 Juni hingga 13 Juli 2025, setiap hari pukul 09.00–21.00 WIB.

Mengusung tema besar tentang “rasa” dan “pitu” (tujuh), pameran ini menghadirkan pengalaman visual dan emosional yang tak sekadar menyuguhkan karya rupa, melainkan juga mengajak pengunjung merenung tentang kedalaman batin, spiritualitas, dan keseimbangan hidup.

Secara harfiah, kata “roso” dalam bahasa Jawa merujuk pada rasa indrawi maupun emosional—dari rasa manis di lidah hingga getaran batin yang sulit diungkapkan. Sementara “pitu” merujuk pada angka tujuh, yang dalam budaya Jawa sering menjadi simbol nasihat atau petunjuk hidup (pitutur). Perpaduan keduanya melahirkan makna “Rosa Pitu” sebagai jalan menuju kebijaksanaan dan harmoni spiritual.

“...untuk mencapai keseimbangan dalam kehidupan, maka dua kata yakni 'rasa dan pitu' haruslah tetap berdampingan hingga tetap selalu menjadi RASA PITU,” begitu bunyi kutipan kuratorial dari Wawasima. Selanjutnya kurator pameran juga menjelaskan bahwa setiap karya dalam pameran ini adalah ekspresi dari ragam “rasa”—baik dalam bentuk spiritualitas, kesadaran sosial, hingga emosi personal yang mendalam. 

Tujuh seniman yang berpameran antara lain:

BJ Arifin: “Gotong Royong”, “Dialog”, dan “I Am Not Me” – menyuarakan pentingnya keharmonisan sosial dan percakapan spiritual.

Ferry Gabriel: “Menuju Kesana #1 & #2” – menjelajah konsep terapi jiwa dan penyembuhan batin.

Lio Gusca Vianos: “Celebration”, “Moving To Be Balancing”, “Bangkit”, dan “Corat-coret” – eksplorasi keheningan spiritual dalam hubungan manusia dan semesta.

RH Satriyo Wibowo: “Borobudur Temple Light” dan “Kawistoro” – perpaduan seni visual dan akar budaya Nusantara.

Tri Sasongko: “The World Peace”, “Field of Fleurs”, dan “Movement Order” – mengangkat pentingnya kedamaian dan nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.

Tri Suharyanto: “Belajar Dari Kenyataan” dan “Memberi Kedamaian Anak-Anak” – menyoroti spiritualitas dalam pengalaman sosial.

Tukirno B. Sutejo: “Echo-Echo Saklawase” dan “Gemah Ripah Nusantaraku” – narasi spiritualitas lokal dan kritik zaman.

Pameran ini bukan sekadar ruang pamer, melainkan ruang kontemplasi. Di tengah hiruk-pikuk dunia, “Roso Pitu” mengajak kita berhenti sejenak untuk merasakan, menyimak pesan, dan menemukan makna di balik setiap karya. Hal ini bisa menjadi ruang pengingat bagi siapa pun yang rindu akan makna hidup yang lebih dalam. (Yun)

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar