KAMPUS KARIER

Prof. Dr. Mochamad Sodik "Penjaga Cahaya Ilmu di Tengah Arus Zaman"

  • Administrator
  • Rabu, 29 Oktober 2025
  • menit membaca
  • 150x baca
Prof. Dr. Mochamad Sodik

Prof. Dr. Mochamad Sodik

"Penjaga Cahaya Ilmu di Tengah Arus Zaman"

Yogyakarta, jogja-ngangkring.com  — Di balik sosok tenang dan tutur lembutnya, tersimpan perjalanan panjang seorang akademisi yang teguh menjaga api ilmu. Pada 23 Oktober 2025, Dr. Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si., Wakil Rektor II Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, resmi menyandang gelar Guru Besar bidang Sosiologi Gerakan Keagamaan. Bagi banyak orang gelar Guru Besar adalah puncak karier akademik. Namun bagi Prof. Sodik — begitu ia akrab disapa — pencapaian itu bukan sekadar penghargaan, melainkan tanggung jawab moral untuk menjaga martabat ilmu dan kemanusiaan.

“Guru Besar bukan soal posisi tertinggi, tapi tentang amanah menjaga cahaya ilmu agar tetap menyala bagi masyarakat,” ujarnya. 

Lahir di Kediri, Jawa Timur, Prof. Sodik tumbuh dalam lingkungan religius yang menanamkan nilai kesederhanaan dan kecintaan pada ilmu. Sejak muda, ia gemar membaca dan berdiskusi tentang agama dan masyarakat, dua bidang yang kemudian mewarnai seluruh perjalanan akademiknya. Langkah awalnya di dunia perguruan tinggi dimulai di Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga (1987). Dorongan intelektual membawanya lebih jauh, ke Jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1989. Di sana, ia menemukan cara baru membaca agama — bukan hanya melalui teks suci, tapi juga lewat realitas sosial yang hidup dan dinamis.

Dua disiplin ilmu, syariah dan sosiologi, berpadu dalam dirinya, membentuk cara pandang khas, melihat agama sebagai kekuatan sosial yang hidup dan terus bergerak di tengah masyarakat.

Saat menempuh studi doktoralnya di Sosiologi UGM, Prof. Sodik memilih tema yang tidak mudah. Ia menulis disertasi berjudul “Melawan Stigma Sesat: Strategi Jamaah Ahmadiyyah Indonesia (JAI)” (2015). Penelitian itu bukan sekadar kerja akademik, tapi juga saksi empati terhadap kelompok yang sering disalahpahami.

“Meneliti Ahmadiyyah bukan perkara sederhana. Tapi saya belajar bahwa ilmu harus berani menyapa yang disingkirkan, bukan hanya mengulang yang populer.” 

Dengan tiga promotor — Prof. Dr. Susetiawan, Prof. Dr. H.M. Amin Abdullah, dan Prof. Dr. Khoirudin Basyori — ia menapaki jalur ilmiah yang relatif sulit. Karya ini kemudian dikenal luas sebagai referensi penting dalam kajian agama dan masyarakat minoritas di Indonesia.

Sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (2016–2024), Prof. Sodik dikenal membangun atmosfer akademik yang ramah dialog dan terbuka lintas disiplin. Di bawah kepemimpinannya, FISHUM tumbuh menjadi laboratorium gagasan tempat mahasiswa, dosen, dan peneliti berdialog tanpa sekat antara teks dan konteks, antara agama dan realitas sosial. Kini, sebagai Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan, ia memikul tanggung jawab yang lebih luas, memastikan seluruh ekosistem kampus berjalan dalam semangat integritas, transparansi, dan kemajuan bersama.

Kepada para dosen muda, Prof. Sodik berpesan, “Ada empat hal yang harus dijaga jika ingin menapaki jalan Guru Besar yaitu motivasi diri yang kuat, ekosistem akademik yang sehat, perencanaan karier yang matang, dan evaluasi tridarma yang berkelanjutan.”

Baginya, ilmu hanya akan bermakna jika tumbuh di ekosistem yang saling mendukung, bukan dalam kompetisi yang saling menyingkirkan.

Selain mengajar dan meneliti, Prof. Sodik dikenal produktif menulis. Buku-bukunya seperti “Gejolak Santri”, “Mencairkan Kebekuan Fiqih: Membaca KHI”, dan “Gender Best Practice” menunjukkan perhatiannya pada isu sosial-keagamaan yang aktual. Tulisan-tulisannya menggambarkan upaya menjembatani tradisi keilmuan Islam dengan dinamika masyarakat modern.

Kini, setelah resmi menyandang gelar Guru Besar, Prof. Sodik tidak berhenti. Ia justru semakin yakin bahwa perjalanan seorang ilmuwan tak pernah selesai.

“Setiap generasi punya tugas menjaga api ilmu. Kalau bukan kita yang menyalakannya, siapa lagi?” ujarnya. 

Dengan gaya kepemimpinan yang tenang, visi yang jernih, dan semangat kemanusiaan yang kuat, Prof. Dr. Mochamad Sodik bukan sekadar menambah daftar Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, tetapi juga menjadi teladan tentang bagaimana ilmu harus terus hidup, di hati, di kampus, dan di tengah masyarakat.
(Yuliantoro)

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar