TERAS

Berpulangnya Pemersatu Umat, KH Thoifur Mawardi

  • Administrator
  • Jumat, 22 Agustus 2025
  • menit membaca
  • 83x baca
Berpulangnya Pemersatu Umat, KH Thoifur Mawardi

Berpulangnya Pemersatu Umat, KH Thoifur Mawardi

PURWOREJO, jogja-ngangkring.com — Jalanan menuju Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Kedungsari, Purworejo, sejak Selasa (19/8) malam hingga Rabu (20/8) siang berubah menjadi lautan manusia. Ribuan orang berdesakan, berjejer di tepi jalan, sebagian berjalan kaki mengikuti arak-arakan jenazah, sebagian lain hanya bisa melambaikan tangan, menitikkan air mata, saat mobil jenazah yang membawa almarhum KH. Muhammad Thoifur Mawardi melewati kerumunan.
Lantunan ayat-ayat Al-Qur’an, tahlil, dan sholawat menggema tanpa jeda. Dari malam hingga siang, suara doa itu tak pernah berhenti, keluar dari serambi pesantren, mushala-mushala, hingga pengeras suara yang dipasang warga. Suasana duka bercampur haru, khidmat sekaligus penuh cinta, menyelimuti detik-detik terakhir kepergian ulama karismatik yang akrab disapa Abah Thoifur.
Abah Thoifur wafat pada Selasa sore pukul 16.22 WIB di RSUD Tjitrowardojo, Purworejo. Sehari kemudian, Rabu pukul 11.30 WIB, beliau dimakamkan di kompleks pesantren yang selama puluhan tahun ia asuh. Isak tangis keluarga, santri, dan jamaah pecah ketika liang lahat ditutup, seakan menegaskan betapa dalam kehilangan yang ditinggalkan.
Karangan bunga berderet memenuhi halaman pesantren. Ucapan belasungkawa mengalir dari berbagai penjuru, mulai Presiden RI Jenderal (Purn) Prabowo Subianto, jajaran Menteri Kabinet Merah Putih, Wakil Ketua MPR, pimpinan partai politik, Ketua Umum PBNU, hingga para kepala daerah se-Jawa Tengah.
Namun yang paling terasa adalah kehadiran umat lintas golongan. Dari NU, Muhammadiyah, Jamaah Tabligh, Jamaah Rifa’iyah, HTI, hingga FPI, semua datang tanpa sekat. “Yang mengaji Jumat pagi di sini datang dari semua golongan. Abah adalah guru yang penuh kasih, mengayomi, dan menjadi teladan. Maka wajar kalau saat beliau wafat, semua juga hadir untuk melepas,” tutur seorang santri senior dengan mata berkaca-kaca.
Di tengah pelayat, tampak Abu Bakar Ba’asyir, ulama sepuh yang pernah menjadi Amir Jamaah Anshorut Tauhid. Juga Habib Hanif Al Athos, menantu Habib Rizieq Shihab, yang dipercaya untuk mentalqin jenazah sesuai wasiat almarhum. Pemandangan ini menjadi penanda betapa luasnya penerimaan Abah Thoifur—ulama yang jembatani sekat-sekat perbedaan.
KH. Muhammad Thoifur Mawardi lahir di Purworejo pada 8 Agustus 1955, putra KH. R. Mawardi. Ia menempuh pendidikan agama di berbagai pesantren ternama—Sugihan Kajoran Magelang, Lasem, Rembang—hingga menimba ilmu di Makkah al-Mukarramah kepada ulama besar dunia, Al-Qutb al-Irsyad wa ad-Da’wah as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani.
Sepulang dari pengembaraan ilmunya, Abah Thoifur mengabdikan hidup untuk membesarkan Pondok Pesantren Daarut Tauhid. Di tempat itu, ribuan santri ditempanya tidak hanya dengan kitab-kitab kuning, tapi juga dengan teladan kesederhanaan, keikhlasan, dan kelapangan hati.
Kini, pesantren yang selama ini menjadi pusat ilmu dan dakwah itu menjadi saksi duka. Seorang guru besar umat Islam berpulang, meninggalkan jejak keilmuan dan kasih sayang yang tak mudah terhapus oleh waktu. (tor)

Tinggalkan Komentar

Kirim Komentar